ISO 13485 Pengendali Jaminan Mutu Produk Alat kesehatan dikaitkan dengan Regulasi Nasional dan Internasional
ISO 13485 dikembangkan dalam rangka mewujudkan standar sistem manajemen dan mengarahkan perusahaan/industri untuk mengikuti persyaratan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah dari negara pengguna produk alat kesehatan tersebut. Secara internasional, aturan/regulasi mengenai persyaratan untuk alat kesehatan ditetapkan oleh Global Harmonization Task Force (GHTF) yang sejak Oktober 2011 berubah menjadi The International Medical Device Regulators Forum (IMDRF), dan diikuti oleh negara-negara seperti Australia, Brazil, Kanada, Cina, Eropa, Jepang, Rusia dan AS. Adapun sebagian besar negara di Asia, termasuk Indonesia, tergabung dalam Asian Harmonization Working Party (AHWP) yang berafiliasi dengan IMDRF.
Aturan yang dibuat bersama secara internasional diharapkan untuk mencapai konsistensi global yang dapat diterima oleh seluruh negara. Di tingkat ASEAN, Indonesia sebagai anggota AHWP, mau tidak mau harus berkomitmen dengan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh AHWP dalam Asean Medical Device Directive.
Salah satu yang diadopsi dari keputusan tersebut adalah untuk pengendalian produk pre-market yang diantaranya adalahpenerapan ISO 13485. Penggunaan standarmanajemen yang diakui secara internasional ini memudahkan pelaksanaan audit terhadap sertifikasi yang dilakukan, karena mengikuti praktek audit yang sama dengan sistem standardisasi lainnya. Di samping itu, karena ISO 13485merupakan standar internasional, bagi perusahaan/industri yang menerapkannya, pengakuan sistem manajemen mutunyapun berlaku secara internasional.
Meskipun sama-sama berisi persyaratan sistem manajemen mutu, ISO 13485:2003 berbeda dengan ISO 9001: 2000. Beberapa hal penting yang membedakan antara ISO 13485: 2003 dengan ISO 9001: 2000 adalah:
1. Pemeliharaan vs Peningkatan
Perusahaan yang disertifikasi ISO 9001 harus terus menerus meningkatkan keefektifan sistem manajemennya, baik terkait dengan proses, produk atau jasa yang diberikan kepada pelanggan. Sedangkan untuk ISO 13485, karena terkait dengan peraturan, peningkatan dihubungkan dengan keamanan dan efektifitas dari produk atau jasa. Dapat dikatakan bahwa ISO 13485, lebih mempersyaratkan pemeliharaan dari efektifitas proses sistem manajemen mutunya.
2. Kepuasan Pelanggan vs Umpan Balik Pelanggan
ISO 9001 mempersyaratkan bagi perusahaan bersertifikat untuk memantau persepsi pelanggan yang kemudian menggunakan hasilnya untuk memperbaiki sistem. Sedangkan pada ISO 13485, persyaratan ini digantikan oleh kewajiban untuk memantau apakah produk atau jasa perusahaan telah memenuhi persyaratan pelanggan.
Ada perbedaan antara pencapaian kepuasan pelanggan dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sebagai contoh, ketidakpuasan pelanggan karena perangkat medis menyebabkan ketidaknyamanan, padahal perangkat mungkin masih efektif dan aman; untuk ISO 13485 penekanan adalah pada keamanan dan efektifitas sedangkan untuk yang menerapkan ISO 9001, perlu memperhatikan ketidakpuasanpelanggan tentang ketidaknyamanan ini dengan peningkatan berkelanjutan.
3. Pengecualian
Pada bagian 1.2 ISO 13485 disebutkan bahwa perusahaan diperbolehkan mengecualikan persyaratan untuk desain dan pengembangan jika peraturan memungkinkan untuk itu, terlepas dari apakah perusahaan terlibat atau tidak dalam kegiatan tersebut.
4. Manajemen risiko
Mengingat sifat dari produk yang diproduksi atau layanan yang disediakan, ISO 13485 mempersyaratkan bahwa perusahaan perlu memperhitungkan, menganalisis, dan mengurangi risiko yang terkait dengan produk dan proses. Panduan tambahan dapat ditemukan dalam ISO 14971: 2007 - Penerapan Manajemen Risiko untuk Alat Kesehatan.
5. Persyaratan tambahan
Seperti halnya untuk standar sektor tertentu lainnya, ISO 13485 memiliki persyaratan tambahan yang melewati basis ISO 9001. Banyak dari persyaratan ini ditujukan untuk pengembangan dokumen tambahan dan prosedur terdokumentasi. Persyaratan tambahan tersebut meliputi:
a. Pendokumentasian prosedur untuk desain dan pengembangan; pembelian; pelayanan; validasi dari penggunaan perangkat lunak komputer dan proses sterilisasi; identifikasi barang kembali; ketertelusuran; kontrol produk yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus atau dengan umur produk yang terbatas; pemantauan dan pengukuran produk, umpan balik pelanggan dan kerja ulang; dan penerbitan pemberitahuan kepada pihak yang berwenang dan pelaksanaan, misalnya, seperti dalam kasus penarikan kembali produk.
b. Pelaksanaan analisis risiko formal pada produk dan perencanaan jasa
c. Kontrol tambahan untuk kebersihan produk dan kontaminasi, lingkungan kerja, kontrol dokumen dan rekaman.
d. Mendokumentasikan persyaratan untuk instalasi, layanan, kegiatan sterilisasi dan proses yang sama untuk implan aktif dan perangkat medis implan, manajemen risiko, kegiatan pemeliharaan, kebersihan dan instalasi.
Standar ISO 13485:2003 yang telah diadopsi oleh Indonesia dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjadi SNI ISO 13485:2003, dapat menjadi acuan perusahaan/industri sebagaiman standar sistem manajemen mutu lainnya, dalam rangka memberikan jaminan mutu, khususnya produk alat kesehatan. Sudah menjadi kewajiban perusahaan/industri yang memproduksi produk alat kesehatan dari yang paling sederhana sampai berteknologi tinggi untuk menerapkan standar tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan oleh aturan pemerintah maupun Internasional.
PT. Sertifikasi Indonesia
Jl. Swadaya raya No 53 Blok E8 Bintaro Sektor 9,
Pondok Pucung, Pondok Aren
(021) 27623853 / 0812 9357 9959